..

General Defences dalam Torts

Ada beberapa macam cara pembelaan dalam Torts, yaitu: 
  1. Contributory Negligence 
  2. Self Defence 
  3. Volenti non fit injuria 
  4. Inevitable Accident 
  5. Act of God 
  6. Necessity
  7. Staturory Authority 
  8. Mistake
  9. Illegality
  10. Limitation
1. Contributory Negligence 
Secara tegas, contributory negligence pada saat sekarang bukan lagi merupakan suatu defence tetapi akan lebih melengkapi kalau ini ditempatkan di bawah judul defence, karena contributory negeligence ini sangat luas ditemukan dan aplikasinya sangat terkait dengan Tort tertentu. 

Pada Common Law, contributory negligence sampai dengan tahun 1945 merupakan suatu alat pembelaan yang penuh (complete defence); jika seorang tergugat (defendant) dapat menunjukkan bahwa penggugat (plaintiff) memiliki sekecil apapun, tanggung jawab terhadap kerugian atau kerusakan yang dia derita, maka tergugat (defendant) ini tidak dibebani tanggung jawab.

General Conditions of Tortious Liability

Dalam arti yang sangat luas, dapat dikatakan bahwa seseorang mempunyai hak untuk melindungi dirinya, harta bendanya dan reputasinya. Sesuatu yang mengganggu/mengusik hal-hal yang dilindunginya tersebut disebut dengan Tort. Namun dia mempunyai hak termaksud hanya apabila dapat dibenarkan dan diakui oleh pengadilan (court), jadi misalnya: Seseorang mempunyai hak untuk menuntut apabila dia dianiaya atau dipukul, tetapi English Law (Hukum Inggris) tidak mengakui hak yang menyangkut masalah pribadi, sehingga kasus semacam ini akan diselesaikan dalam kasus tort yang berbeda yaitu dalam a heterogenous collection of torts ketimbang dalam general principle of tortious.

Hargreaves vs. Bretherton (1858)
Penggugat mengemukakan ke pengadilan bahwa tergugat berkata bohong dalam kesaksian (perjury) yang menyebabkan penggugat dihukum dalam penjara. Dalam kasus ini diputuskan bahwa penggugat tidak punya hak untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan karena hukum tidak mengenal perjury dalam tort (walalupun perjury adalah tindakan kriminal).

The Nature of Tortious Liability

Tort harus secara jelas dibedakan dengan tindakan kriminal dan dengan pelanggaran dari suatu kontrak (breach of contract). Namun satu tindakan atau satu perlakuan dapat menimbulkan baik tindakan kriminal maupun tindakan tort.

Suatu tort (menurut hukum Inggris) merupakan suatu kesalahan perdata (a civil wrong). Dalam hukum Inggris, hingga saat ini belum ada definisi pasti untuk “torts”. Namun secara sederhana dan umum, torts dapat didefinisikan sebagai :
“Breaches fo rights owed to people as a whole, as distinct from breaches of contract, which can affect onley parties to the agreement”

Torts adalah penyimpangan atau pelanggaran atas kewajiban seseorang sebagai seorang yang berada di masyarakat sipil yang menyebabkan orang lain dapat menuntut untuk memperoleh ganti rugi karena :
  • kerusakan harta benda
  • luka badan/injury

Agency

A. Definisi Agen

Definisi agen dalam kasus Towle and Co. v White (1873) ;
Agent is a person ivested with a legal power to alter the principal’s legal relations with third parties.

Hukum agency dibuat berdasarkan maxim qui facit per alium facit per se (seseorang yang mempekerjakan orang lain untuk melakukan sesuatu, maka orang lain tersebut harus melakukannya sendiri).

Seseorang yang mempunyai contractual capacity bisa mempekerjakan agen, dengan pengecualian tertentu, mengikat agen tersebut untuk melakukannya sendiri.

B. Creation of Agency

Beberapa metode timbulnya keagenan :

Pembuktian

Dasar hukum : Bab I s/d Bab VI Buku IV KUHPer. Dalam Pasal 1865 s/d pasal 1945 KUHPer
1. Yang harus dibuktikan hanya mengenai hal-hal yang dibantah oleh lawan
2. Hal-hal yang diakui oleh lawan dan diketahui sendiri oleh hakim tidak perlu dibuktikan
3. Lima macam alat bukti :
  • Surat
  • Saksi
  • Persangkaan
  • Pengakuan
  • Sumpah
A. Surat

1. Menurut UU ada 2 macam surat :

Daluwarsa

Daluwarsa 
adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (pasal 1946 KUHPer).

Dasar hukumnya : Bab VII pasal 1946 s/d 1993 Buku IV KUHPer

Daluwarsa dibedakan dengan :

1. Pelepasan hak 
hilangnya hak, bukan karena lewatnya waktu, tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan sesuatu hak. 
Misal : orang yang membeli barang yang ternyata mengandung cacat tersembunyi, jika ia tidak mengembalikan barang itu, ia kehilangan hak untuk menuntut ganti rugi dari penjual

2. Decheance 
UU ada kalanya memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu, bila hak tidak digunakan dalam jangka waktu tersebut, hak itu gugur. 
Misal : hak reclame 30 hari (pasal 1145 KUHPer). Harus diperhatikan hakim meskipun tidak diminta

Penafsiran Perjanjian

Menafsirkan suatu persetujuan, berarti menentukan isi persetujuan dan mengakui akibat-akibat dari persetujuan. Dasar hukum : Pasal 1342 s/d 1351 KUH Perdata 

A. Langkah-langkah penafsiran perjanjian : 

  1. Jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. (Pasal 1342 KUHPer) 
  2. “Jelas” artinya kata-kata yang sedikit sekali memberikan kemungkinan untuk terjadinya penafsiran yang berbeda. 
  3. Jika kata-kata suatu persetujuan tidak jelas, kita harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat persetujuan. 
  4. Menafsirkan maksud para pihak harus memperhatikan itikad baik. 

English Law : Offer and Acceptance

Sebelum sebuah kontrak yang valid timbul, harus ada tawaran yang tidak dapat ditarik kembali (unrevoked offer) oleh satu pihak, the offerer, dan penerimaan tanpa syarat (unqualified acceptance) oleh pihak lain, the offeree. 

Dua ketentuan penting sehubungan dengan offer dan acceptance adalah : 

Pertama, Tawaran tersebut tidak ada sampai dikomunikasikan kepada pihak lain. 
Contoh Kasus : Dalam Taylor v. Laird (1856), kapten kapal telah berhenti dari pekerjaannya dalam pelayaran, tapi dia bekerja membantu menjalankan kapal tersebut dalam perjalanan pulang. Dia meminta remuneration atas pekerjaannya itu kepada pemilik kapal, tetapi dinyatakan bahwa dia tidak berhak karena tawaran atas pelayanannya itu tidak pernah dikomunikasikan kepada pemilik kapal, sehingga dia tidak punya kesempatan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.

English Law : Types of Contract

Sebuah kontrak bisa berbentuk : 
  • contract of record 
  • simple contract 
  • contract under seal atau yang dikenal dengan speciality of contract atau deed 
Klasifikasi lain adalah executed dan executory contracts. Sebuah kontrak adalah executed jika satu atau kedua pihak telah melakukan semua yang diminta dalam kontrak. Sebaliknya, jika kewajiban dari salah satu atau kedua belah pihak masih harus dilaksanakan, kontrak tersebut dikatakan executory

1.Contracts of record 
Contracts of records meliputi hutang pengadilan dan recognizances dan recognizance adalah kewajiban yang diharuskan oleh pengadilan, misalnya perintah untuk membayar biaya tuntutan. 

English Law : Privity of Contract

Karena perjanjian itu dibuat antara kedua belah pihak, maka merupakan aturan umum bahwa hanya pihak-pihak tersebut yang mempunyai hak dan kewajiban atas kontrak tersebut, dan kontrak tersebut tidak dapat memberikan keuntungan atau menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Ketentuan ini mempunyai sejumlah kualifikasi dan pengecualian: 

Jika A menuntut B atas pelanggaran kontrak, pengadilan bisa memberikan ganti rugi kepada C, atau memerintahkan B untuk melaksanakan kontrak tersebut untuk keuntungan C. Contoh kasusnya adalah Jackson v. Horizon Holidays (1975), di mana seorang pria yang membooking liburan untuk dia dan keluarganya, namun fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan yang digambarkan dalam brosur. Dinyatakan bahwa dia berhak untuk mendapatkan ganti rugi, tidak hanya untuk kerugian dan kekecewaannya sendiri, tetapi juga yang diderita oleh keluarganya. 

English Law : Contract - 1

Kontrak adalah perjanjian yang mengikat secara hukum, yaitu suatu perjanjian di mana pihak-pihak yang terlibat mempunyai kewajiban legal, yang diakui secara hukum. Anson mendefinisikan kontrak sebagai: 

An agreement enforceable at law made between two or more persons by which rights are acquired by one or more to acts or forebearances on the part of the other or others” 

Suatu perjanjian tidak perlu mengandung ketentuan tertulis agar dapat berlaku secara hukum. Semua perjanjian dapat dijalankan secara hukum, kecuali:
  1. pernyataan dalam perjanjian itu secara jelas mengingkari maksud untuk menciptakan perjanjian yang mengikat secara hukum. Contohnya adalah kasus Rose & Frank Co. v. Crompton Bros (1925). Perjanjian antara kedua belah pihak itu mengandung pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak akan tunduk pada jurisdiksi hukum di pengadilan. Karena itu perjanjian tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban hukum. 

Hapusnya Suatu Perikatan

Pasal 1381 KUHPer menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan, yaitu: 
  1. Pembayaran; 
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 
  3. Pembaharuan utang; 
  4. Perjumpaan utang atau kompensasi; 
  5. Pencampuran utang; 
  6. Pembebasan utang; 
  7. Musnahnya barang yang terutang; 
  8. Batal/pembatalan; 
  9. Berlakunya suatu syarat batal dan 
  10. Lewatnya waktu (Daluawarsa). 
Selain cara-cara di atas, ada cara-cara lain yang tidak disebutkan, misalnya : berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian, seperti meninggalnya seorang pesero dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian di mana prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh si debitur sendiri dan tidak oleh seorang lain. 

Pembelaan Debitur yang Dituduh Lalai

Seorang debitur yang dituduh lalai dapat membela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman itu. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu : 
  1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur); 
  2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus); 
  3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (pelepasan hak : bahasa Belanda ; rechtsverwerking). 
1. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).

Dengan mengajukan pembelaan ini, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.

Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu : 
  1. perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang, misalnya jual beli, tukar menukar, penghibahan (pemberian), sewa menyewa, pinjam pakai. 
  2. perjanjian untuk berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan. 
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. 
Wanprestasi
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam :

Batal dan Pembatalan suatu Perjanjian

Dalam hal syarat objektif tidak terpenuhi (hal tertentu atau causa yang halal), maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void), sedangkan apabila syarat subjektif terpenuhi (tidak cakap atau memberikan perizinannya secara tidak bebas), maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan (canceling). 

Jadi ada perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan. Oleh sebab itu, sebelum membuat perjanjian/perikatan sebaiknya tahu dulu syarat sahnya suatu perjanjian.

Tentang perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu, perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Hal yang demikian dapat segera diketahui oleh hakim. Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, perjanjian yang demikian itu tidak
boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan. Hal yang demikian juga dapat segera diketahui hakim sehingga dari sudut keamanan dan ketertiban,perjanjian seperti itu harus dicegah.

Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 
  2. cakap untuk membuat suatu pejanjian; 
  3. mengenai suatu hal tertentu; 
  4. sesuatu sebab yang halal; 
Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian.

Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Sepakat mereka yang mengikat Dirinya
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,

Sistem Terbuka dan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perjanjian

Hukum benda mempunyai sistem tertutup, sedangkan Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang-Undang , ketertiban umum dan kesusilaan. 

Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian dan diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian itu tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka berarti mengenai soal tersebut akan tunduk kepada Undang-undang. Karena itu hukum perjanjian disebut hukum pelengkap, karena fungsinya melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap.

Hubungan antara Perikatan dan Perjanjian


Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang.Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. 

Prinsip Proximate Cause


PENGANTAR
  1. Proximate cause sangat penting dalam menentukan liability penanggung atas suatu klaim yang diajukan tertanggung.  Ganti rugi akan diberikan, jika liability penanggung atas klaim tersebut telah jelas.
  2. Semua polis mengandung “operative clause” yang mencantumkan perils insured against yaitu terhadap risiko apa saja polis memberikan jaminan.
  3. Semua polis mengandung ketentuan pengecualian (exclusions) yang menyebutkan excluded/excepted perils, yaitu risiko-risiko yang tidak dijamin polis.
  4. Dalam suatu kerugian (loss), seringkali terdapat beberapa penyebab (cause of loss), sehingga perlu ditentukan sebab yang paling dominan atau yang menjadi proximate cause.
DEFINISI

Proximate cause adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan suatu rantaian kejadian yang menimbulkan  suatu akibat, tanpa adanya intervensi suatu kekuatan yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independent (berdiri sendiri).  Definisi ini lahir dalam kasus Pawsey V.S Scottish Union and National (1907).

Prinsip Kontribusi


PENGANTAR
  • Prinsip kontribusi juga merupakan pendamping dari prinsip indemnity.
  • Merupakan prinsip yang memberikan kekuatan bagi penanggung yang telah membayar indemnity secara penuh kepada tertanggung, untuk meminta penanggung lain bila ada ikut bertanggung jawab menanggung kerugian.
  • Bila penanggung pertama belum membayar kerugian penuh maka tertanggung dapat menuntut penanggung lainnya, sehingga dalam hal ini prinsip kontribusi dapat berperan untuk membagi klaim atas kerugian itu dengan cara jujur, wajar dan adil.
DIFINISI KONTRIBUSI

Adalah hak seorang penanggung untuk mengajak/meminta penanggung lain yang turut bertanggung jawab kepada tertanggung yang sama untuk turut menanggung suatu kerugian tertentu yang ganti rugi penuhnya (Full Indemnity) telah dibayar oleh penanggung yang pertama tersebut.

TIMBULNYA KONTRIBUSI

A. Berdasarkan pasal 277 KUHD, bahwa kontribusi dapat timbul apabila :

  1. Ada dua polis atau lebih

Prinsip Subrogasi


PENGANTAR

a. Prinsip subrogation adalah pendukung adanya prinsip indemnity (Corollary Of Indemnity).
b. Dengan prinsip ini mencegah tertanggung untuk memperoleh keuntungan dari suatu kejadian kerugian yaitu :
  • Ganti rugi dari penanggung
  • Pembayaran yang diperoleh dari pihak ketiga yang bertanggung jawab atas timbulnya kerugian tersebut
  • Dengan pembayaran ganti rugi dari penanggung maka segala hak tertanggung terhadap pihak ketiga akan berpindah kepada penanggung secara otomatis.
  • Contoh kasus :
       - Mobil diparkir di depan rumah secara tiba-tiba ditabrak bus
    - Mobil di asuransikan ALL RISK dan biaya perbaikan Rp. 7.500.000,00 dan biaya derek Rp. 1.000.000,00  sehingga total kerugian Rp.  8.500.000,00
       - Tertanggung memperoleh ganti rugi 
          i. Dari asuransi Rp. 7.750.000,00
         ii. Dari pihak ketiga Rp. 8.500.000,00 sehingga tertanggung memperoleh untung
  • Dalam kondisi ini maka prinsip subrogation harus ada
  • Sehingga  penyelesaiannya

       - Tertanggung memperoleh klaim Asuransi Rp. 7.750.000,00 dari pihak ketiga sisa Rp. 750.000,00
       - Penanggung memperoleh Recovery dari pihak ketiga Rp. 7.750.000,00


DEFINISI SUBROGATION
Adalah suatu hak seseorang, yang telah memberikan Indemnity pada pihak lain yang secara hukum harus dilaksanakan, berada pada posisi pihak lain tadi untuk memperoleh manfaat untuk kepentingannya segala hak dan kompensasi yang dimiliki pihak lain, terlepas hal itu dilaksanakan atau belum.

HUKUM YANG BERLAKU ATAS PRINSIP SUBROGASI
Di Indonesia   (KUHD Pasal 284) :

Prinsip Utmost Good Faith


A. Definisi

Adalah suatu kewajiban positif untuk dengan sukarela mengungkapkan dengan akurat dan lengkap, semua fakta material mengenai risiko yang akan diasuransikan, baik ditanyakan atau tidak ditanyakan.

B. Dasar Hukum

Di indonesia
Pasal 1338 KUHPerdt.
“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan /didasarkan dengan itikad baik”

Pasal 251 KUHD
“setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung betapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui diadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”

Prinsip Indemnity


A. Definisi
Diartikan sebagai kompensasi finansial yang pasti yang cukup menempatkan teranggung dalam posisi keuangan tertanggung sesudah kerugian sebagaimana yang ia alami segera sebelum peristiwa terjadi.

B. Hubungan Antara Indemnity dengan Insurable Interest  
  • Kepentingan tentang. pada pokok pertsanggungan adalah sesuatu yang sebenarnya diasuransikan 
  • Penggantian tidak akan lebih dari Insurable Interest  
  • Indemnity sangat erat hubungannya dengan perhitungan keuangan 
  • Menjadi tidak tepat dalam As. Jiwa dan PA karena bukan kontrak indemnity 


C. Ketentuan Prinsip Indemnitas

  • Di Indonesia pada Pasal 246 KUHD secara jelas bahwa Asuransi merupakan suatu perjanjian ganti rugi atau perjanjian indemnitas (Contract Of Indemnity) artinya penanggung berjanji akan membayar ganti rugi seimbang sesuai kerugian yang diderita oleh tertanggung, apabila objek telah dipertanggungkan dgn. nilai penuh.
  • Besarnya kerugian dihitung berdasarkan nilai pada sesaat sebelum terjadi peristiwa kerugian
  • Di Inggris hakim yang memeriksa perkara “castellain Vs. Preston” pada tahun 1883 menyatakan sbb. : 

Prinsip Insurable Interest

A. Definisi 
Hak untuk mengasuransikan yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

B. Konsep Insurable Interest 
Tidak semua resiko dapat diasuransikan, yang dapat diasuransikan harus memenuhi criteria sebagai berikut : 
  • Nilainya dapat diukur secara finansial 
  • Pure Risk 
  • Particular Risk
  • Kerugian yang tidak dikehendaki tertanggung 
  • Homogenous exposure 
  • Reasonable premium 
  • Tidak bertentangan dengan kepentingan umum 
  • Insurable Interest 

C. Subject Matter Of Insurance 
Dapat berbentuk :