..

POLIS ASURANSI

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 /Pojk.05/2015 Tentang Produk Asuransi Dan Pemasaran Produk Asuransi yang dimaksud dengan Polis Asuransi adalah : akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis.

Polis Asuransi harus memuat ketentuan paling sedikit mengenai:
  • saat berlakunya pertanggungan;
  • uraian manfaat yang diperjanjikan;
  • cara pembayaran Premi atau Kontribusi;
  • tenggang waktu (grace period) pembayaran Premi atau Kontribusi;
  • kurs yang digunakan untuk Polis Asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran Premi atau Kontribusi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah;
  • waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran Premi atau Kontribusi;
  • kebijakan Perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran Premi atau Kontribusi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati;
  • periode pada saat Perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period) pada Produk Asuransi jangka panjang;
  • tabel nilai tunai, bagi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa yang mengandung nilai tunai;
  • perhitungan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis, bagi Produk Asuransi yang dipasarkan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa yang menjanjikan dividen Polis Asuransi atau yang sejenis;
  • klausula penghentian pertanggungan, baik dari Perusahaan maupun dari pemegang polis, tertanggung, atau peserta, termasuk syarat dan penyebabnya;
  • syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang relevan dan diperlukan dalam pengajuan klaim;
  • tata cara penyelesaian dan pembayaran klaim;
  • klausula penyelesaian perselisihan yang antara lain memuat mekanisme penyelesaian di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dan pemilihan tempat kedudukan penyelesaian perselisihan; dan
  • bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih.
Polis Asuransi untuk Produk Asuransi dengan prinsip syariah, selain harus memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, juga harus memuat hal-hal sebagai berikut:
  • jenis akad yang digunakan;
  • hak, kewajiban, dan wewenang masing-masing pihak berdasarkan akad yang disepakati;
  • besar Kontribusi yang dialokasikan ke dalam dana tabarru’, ujrah, dan dana investasi;
  • besar, waktu, dan cara pembayaran bagi hasil investasi dalam hal Produk Asuransi menggunakan akad mudharabah atau mudharabah musytarakah;
  • alokasi penggunaan surplus underwriting untuk dana tabarru’, dana peserta, dan/atau dana Perusahaan; dan
  • pemberian qardh oleh Perusahaan dalam hal dana tabarru’ tidak cukup untuk membayar manfaat asuransi.
Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama diterbitkan oleh Perusahaan yang ditunjuk menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama.

Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama harus ditandatangani oleh:
  • seluruh Perusahaan yang tergabung dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama; atau
  • Perusahaan yang menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama.
Dalam hal Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama ditandatangani hanya oleh Perusahaan yang menjadi ketua dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama, perjanjian tertulis dan Polis Asuransi untuk Produk Asuransi Bersama harus memuat ketentuan bahwa Perusahaan yang tergabung dalam pemasaran Produk Asuransi Bersama terikat sesuai porsi risiko masing-masing.
 
Perusahaan dilarang mencantumkan suatu ketentuan di dalam Polis Asuransi yang dapat ditafsirkan:
  1. bahwa pemegang polis, tertanggung, atau peserta tidak dapat melakukan upaya hukum sehingga pemegang polis, tertanggung, atau peserta harus menerima penolakan pembayaran klaim; dan/atau
  2. sebagai pembatasan upaya hukum bagi para pihak dalam hal terjadi perselisihan mengenai ketentuan Polis Asuransi.
Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan harus memuat penyelesaian sengketa yaitu di luar pengadilan dan melalui pengadilan.

Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan atas perjanjian asuransi yang dilakukan di luar pengadilan, harus memberikan pilihan alternatif penyelesaian sengketa yaitu melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan.

Ketentuan dalam Polis Asuransi yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan atas perjanjian asuransi yang dilakukan melalui pengadilan, tidak boleh membatasi pemilihan pengadilan hanya pada pengadilan negeri di tempat kedudukan Perusahaan.
 
Polis Asuransi harus ditulis dengan jelas sehingga dapat dibaca dengan mudah dan dimengerti oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
Dalam hal Polis Asuransi terdapat perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai:

a. pengecualian atau pembatasan penyebab risiko yang ditutup berdasarkan Polis Asuransi yang bersangkutan; dan/atau

b. pengurangan, pembatasan, atau pembebasan kewajiban Perusahaan,

bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak dengan huruf tebal atau miring sehingga dapat dengan mudah diketahui adanya pengecualian atau pembatasan penyebab risiko atau adanya pengurangan, pembatasan, atau pembebasan kewajiban Perusahaan.
 
Setiap Polis Asuransi yang diterbitkan dan dipasarkan di wilayah hukum Indonesia harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam hal diperlukan, Polis Asuransi dapat diterbitkan dalam bahasa asing atau bahasa daerah berdampingan dengan bahasa Indonesia.

Polis Asuransi diterbitkan dalam bentuk hardcopy atau digital/elektronik. Dalam hal Polis Asuransi diterbitkan dalam bentuk digital/elektronik, Perusahaan harus memperoleh persetujuan pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
 
Dalam pemasaran Produk Asuransi kumpulan, Perusahaan wajib: menerbitkan Polis Asuransi induk yang mencantumkan nama tertanggung atau peserta asuransi dan masa pertanggungan dari masing-masing tertanggung atau peserta asuransi; dan menerbitkan bukti kepesertaan bagi masing-masing tertanggung/peserta asuransi.
 
Setiap polis standar asuransi yang dibuat oleh asosiasi industri asuransi, harus dilaporkan oleh ketua asosiasi industri asuransi kepada OJK untuk memperoleh surat persetujuan.
 
Polis standar asuransi harus memenuhi ketentuan mengenai Polis Asuransi sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK.
 
Dalam setiap penutupan asuransi, Polis Asuransi harus sesuai spesimen Polis Asuransi yang dilaporkan oleh Perusahaan atau polis standar asuransi yang dilaporkan oleh ketua asosiasi industri asuransi kepada OJK.
 
Dalam hal OJK menilai bahwa dalam ketentuan Polis Asuransi atau polis standar asuransi terdapat hal-hal yang dapat merugikan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, atau Perusahaan, OJK dapat meminta Perusahaan atau ketua asosiasi industri asuransi untuk mengubah ketentuan Polis Asuransi atau polis standar asuransi dimaksud sesuai dengan rekomendasi OJK.

No comments:

Post a Comment